LINTASBOGOR.COM – Dugaan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) kembali mencuat. Kali ini, selain Desa Cipambuan, Kecamatan Babakan Madang, Desa Mekarjaya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, juga menjadi sorotan Komite Advokasi Hukum Nasional Indonesia (KANNI).
Kedua desa diduga tidak menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana desa.
Ketua KANNI Kabupaten Bogor, Haidy, mengungkapkan pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) kedua desa tersebut.
ADVERTISEMENT
Baca Juga:
Menjelang Akhir Tahun, Baznas Kabupaten Bogor Realisasikan Bantuan Operasional 60 Panti Yatim
SMAN 2 Cibinong Gelar Pensi untuk Menginspirasi dan Mengasah Bakat Generasi Muda
SCROLL TO RESUME CONTENT
Mereka meminta akses dokumen rencana kegiatan anggaran (RKA) dan laporan pertanggungjawaban (LPJ) untuk mengusut indikasi penyimpangan.
“Kami menemukan indikasi bahwa pengelolaan APBDes di Cipambuan dan Mekarjaya tidak sesuai aturan. Dugaan proyek fiktif, realisasi program yang tidak berdampak, hingga penggelembungan anggaran menjadi alasan kuat kami meminta dokumen tersebut,” ujar Haidy, Kamis (21/11/2024).
Haidy menegaskan, langkah ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pemerintah desa memberikan laporan penggunaan dana secara terbuka kepada masyarakat.
KANNI menduga beberapa proyek infrastruktur yang didanai dari APBDes tidak sesuai dengan rencana awal. Salah satu contohnya adalah pembangunan jalan lingkungan yang kualitasnya jauh dari spesifikasi yang ditetapkan. Bahkan, terdapat laporan bahwa dana program pemberdayaan masyarakat tidak tersalurkan dengan jelas.
“Hal ini adalah gambaran lemahnya pengawasan pengelolaan dana desa. Ini menunjukkan bahwa sistem audit internal pemerintah desa masih belum berjalan efektif,” tegas Haidy.
Hingga berita ini ditayangkan, Pemdes Cipambuan dan Mekarjaya belum memberikan jawaban atas permintaan KANNI.
Padahal, sesuai Pasal 22 UU KIP, mereka wajib memberikan respons dalam waktu 10 hari kerja. Jika tidak, kedua desa tersebut bisa diadukan ke Komisi Informasi dan dikenai sanksi administratif.
Baca Juga:
“Kegagalan merespons hanya akan menambah kecurigaan publik. Jika pengelolaan dana benar dan bersih, mengapa harus takut memberikan informasi?” tambahnya.
KANNI berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas, termasuk melibatkan aparat penegak hukum jika ditemukan bukti kuat adanya pelanggaran hukum.
Persoalan ini menjadi pengingat bahwa transparansi pengelolaan dana desa masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
Dana desa yang setiap tahun digelontorkan hingga miliaran rupiah harus diawasi ketat agar benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat.
Baca Juga:
Permohonan Maaf & Janji 10 Hari Buktikan Hak Penggunaan Gedung Graha Wartawan
PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR Mengucapkan Selamat Hari KORPRI ke-53
Konservasi Gajah di Aceh, Presiden Prabowo Subianto Sumbang Lahan Pribadi Seluas 20 Ribu Hektar
“Penyalahgunaan dana desa bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa,” pungkas Haidy.
Apakah pengelolaan dana desa akan terus menjadi lubang hitam korupsi, atau justru menjadi motor pembangunan desa? Publik menunggu langkah tegas dari Pemdes Cipambuan dan Mekarjaya.