“Apapun niat baik polisi dalam memanggil dan memeriksa Pak Edy Mulyadi, saya meminta Polri memperhatikan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers yang melindungi wartawan dalam melakukan tugas-tugas jurnalistiknya.”
“Dalam konteks investigasi lapangan yang dilakukan Edy Mulyadi sehubungan dengan tewasnya 6 anggota FPI di jalur toll Jakapek 50 itu, pada hakekatnya dia melakukan tugas yang diembankan kepadanya oleh UU Pers, sama halnya dengan polisi melaksanakan tugas yang diembankan UU Kepolisian,” tulis alumni PPRA-48 Lemhannas tahun 2012 ini yang dikirimkan kepada redaksi melalui saluran WhatsApp-nya, Senin, 14 Desember 2020.
Hal tersebut penting disampaikan kepada Polri, tambah Wilson, mengingat pengalaman selama ini banyak sekali pemanggilan wartawan oleh polisi yang berakhir kepada penetapan terpanggil sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Dari banyak kasus pemanggilan oleh polisi di berbagai tempat, wartawan yang dipanggil dengan status sebagai saksi, pada akhirnya digiring untuk menjadi tersangka.”
“Padahal, wartawan ini dipanggil karena pemberitaan yang memang menjadi tugas pokoknya sesuai penugasan Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers,” imbuh pria yang sudah melatih ribuan anggota Polri, TNI, mahasiswa, guru, dosen, karyawan, jurnalis, dan berbagai elemen masyarakat itu.
Dalam kasus pemanggilan Edy Mulyadi ini misalnya, kata Wilson lagi, bisa saja yang bersangkutan dituduh berbohong dan menebar fitnah hanya karena tidak mau membuka identitas narasumbernya. Dengan tuduhan itu, status Edy Mulyadi bisa saja berubah dari saksi menjadi tersangka.
“Padahal, wartawan memiliki hak tolak yang dijamin oleh Pasal 1 ayat (10) UU No. 40 tahun 1999. Hak Tolak adalah hak wartawan karena profesinya, untuk menolak mengungkapkan nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakannya (4),” ulas tokoh jurnalis nasional yang getol membela wartawan di seantero nusantara ini.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya