APAKABAR BOGOR – Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan lima Pegawai Negeri Sipil) PNS dari Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai saksi untuk terdakwa Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin pada perkara dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Lima orang PNS yang hadir di Pengadilan Tipikor Bandung, yaitu Sekretaris Daerah (Sekda) Burhanudin, Subkoordinator Pelaporan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Hany Lesmanawaty. Rabu, (3/8).
Kemudian, Kepala Bidang Akuntansi dan Teknologi Informasi BPKAD Wiwin Yeti Heryati, Sekretaris BPKAD Andri Hadian, serta Kepala BPKAD Teuku Mulya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jaksa Penuntut Umum KPK akan menghadirkan sedikitnya 40 saksi pada agenda sidang pembuktian.
Saksi-saksi tersebut terdiri dari pegawai lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor dan para pengusaha.
Sebelumnya, Ade Yasin melalui kuasa hukumnya Dinalara Butar Butar optimistis akan membuktikan bahwa kliennya tidak terlibat dalam perkara dugaan suap terhadap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat.
“Kami sangat optimis bisa membuktikan bahwa klien kami tidak bersalah dalam perkara ini,” ujarnya.
Menurutnya, meski eksepsi atau nota keberatan terdakwa tidak diterima oleh majelis hakim yang diketuai oleh Hera Kartiningsih, tapi pihaknya meyakini bahwa hakim akan objektif dan menjunjung tinggi keadilan.
Kami sangat menghargai menghormati putusan sela yang dibacakan majelis hakim hari ini, karena memang putusan sela bukan akhir dari segalanya. Tujuan putusan sela ini untuk memperlancar persidangan,” kata Dinalara.
Ia optimistis saksi-saksi yang dihadirkan akan mengungkap ketidakterlibatan Ade Yasin. Terlebih, menurutnya, alat bukti KPK tidak lengkap saat menyeret kliennya ke perkara dugaan suap terhadap pegawai BPK.
Baca Juga:
Permohonan Maaf & Janji 10 Hari Buktikan Hak Penggunaan Gedung Graha Wartawan
PDAM TIRTA KAHURIPAN KABUPATEN BOGOR Mengucapkan Selamat Hari KORPRI ke-53
Mengacu pada Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kata dia, penangkapan terhadap seorang yang diduga melakukan tindak pidana, perlu dilengkapi dengan bukti permulaan yang cukup, yaitu minimal dua alat bukti yang sah.
Pasalnya, KPK usai penangkapan mengumumkan bahwa penjemputan Ade Yasin sebagai saksi di rumah dinas pada 27 April 2022 sebagai sebuah peristiwa operasi tangkap tangan (OTT).
“JPU (jaksa penuntut umum) tidak menjelaskan dalam dakwaannya apa dua alat bukti yang cukup yang dimiliki KPK, sehingga terdakwa harus di-OTT,” ujarnya.
Padahal, menurutnya, Ade Yasin dijemput petugas KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi atas penangkapan beberapa pegawai Pemkab Bogor dan pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Baca Juga:
Konservasi Gajah di Aceh, Presiden Prabowo Subianto Sumbang Lahan Pribadi Seluas 20 Ribu Hektar
Kolaborasi Pengelolaan Pajak Mblb &Opsen Pajak Mblb Di Kabupaten Bogor
Dinalara juga mengaku heran, karena KPK melakukan penjemputan Ade Yasin sebagai saksi pada dini hari sekitar pukul 03.00 WIB.
“Kalau memang mau meminta keterangan kenapa tidak dilakukan penjemputan di jam normal, atau memanggil Ade Yasin ke KPK kan bisa,” ujar Dinalara.
Ade Yasin didakwa oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi memberi uang suap Rp1,9 miliar untuk meraih predikat opini wajar tanpa pengecualian (WTP).
Jaksa KPK Budiman Abdul Karib mengatakan uang suap itu diberikan kepada empat pegawai BPK yang juga telah menjadi tersangka pada perkara tersebut.
“Sehingga dipandang sebagai perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu memberikan uang yang keseluruhannya berjumlah Rp. 1.935.000.000 kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara,” kata Budiman. (Igon)